Kamis, 19 September 2013

Parvita, Gadis Cantik yang Ku Tunggu

Di depan sebuah pelabuhan yang memancarkan keindahan laut dan mentari menyinarinya. Aku buka dua tangan dan ku hembuskan nafas sejenak, betapa segar udara yang aku hirup saat itu. Pemandangan biru, deraian ombak menjadi makananku. Aku menikmati kebesaran-Nya. Ya, memang aku tak akan mampu melihat-Nya. Tapi semua hal yang aku lihat atas kuasa-Nya dan semua cipta-Nya yang luar biasa.
Tiba-tiba aku melihat sesosok daging berjalan begitu saja di depan mataku, tak ku rasa aku mulai memperhatikannya. Sesosok daging itu memiliki rupa yang cantik dan telah menyirat pancaran sinar mataku. Aku pun mengikuti sosok itu, sepertinya ia sadar jika aku mengikutinya. Hingga ia pun berhenti dan aku tak tahu. AKhirnya... dheeemmmm.... tubuhku menabrak tubuhnya, mata kami pun mulai bertatapan beberapa detik. Upzz... maaf, kataku dan mulai merengganggkan jarakku dengannya. Aku tersenyum dan mengulurkan tanganku. Namaku Rama, aku dari tadi di sini untuk melihat keindahan dan kebesaran Tuhanku. Namamu siapa? (gadis itu pun mulai mengulurkan tangannya dan beradu dengan telapak tanganku) namaku Parvita, aku dari kemarin sudah melihat dan menyadari akan kekuasaan dan kebesaran Tuhan dari pelabuhan ini (salah satunya). Hahahahha... kami pun tertawa bersama-sama.
Ya Tuhan, sungguh agung dan luar biasanya cipta-Mu dan kami bersujud kepada-Mu (teriakku sambil berdiri merengganggkan kedua tanganku dan mulai menatap jauh ke atas) dia pun mengikutinya.
Parvita berjalan keluar, dia ingin berlalu dan tak ingin berlama disini.
Aku mengikutinya, "Parvita mau kemana?".
 "Aku harus pulang, ibu telah menunggu kedatanganku", jelasnya.
"Di mana rumahmu, kan ku antar kamu pulang, boleh", tanyaku lagi.
"Jangan, sebaiknya jika kau memang masih ingin bertemu denganku. Besok saja datang pada jam seperti ini karena setiap hari aku selalu jalan-jalan di sini untuk bertemu dan bercerita dengan Tuhanku", jawabnya.
Langkahku berhenti, kepalaku tertunduk, dan dalam sekejap bayangan Parvita pun hilang dari hadapanku. Aku tak tahu kenapa ia tak ingin aku ke rumahnya. Ya mungkin, ia belum siap jika membawa teman cowoknya ke rumah. Aku pun duduk sejenak, mengingat mata indahnya, tanpa ku sadari aku tersenyum sendiri.
Esok hari telah ku tunggu, tak sabar aku tuk melihatnya.
Pagi itu aku bergegas ke pelabuhan dengan perasaan bahagia karena akan bertemu dengan gadis yang baru dikenalnya kemarin.
...
Sesampainya aku di sana, aku duduk menatap mentari yang bersinar dan sinarnya tembus di dasar laut. Aku telah menunggunya hingga siang, ia pun tak menapakkan dirinya walau hanya sekejap. Hari sudah siang dan aku memutuskan untuk pulang.
Sesampainya di rumah, aku mulai memikirkan dia, perasaanku gelisah mulai menerka-nerka kenapa ia tidak datang?
...
Esoknya aku ke sana lagi, hingga tiga hari berturut-turut. Namun, tetap saja aku tak mampu melihatnya kembali. Mungkin ia telah ditelan hiruk-pikuknya dunia dan ia telah melupakan pertemuan kemarin denganku. Aku pun pulang dengan kecewa karena tak bisa bertemu lagi dengan Parvita. Di tengah perjalanan aku mulai menggoreskan tinta hitam itu di atas putihnya kertas...

Kasih, jika kau memang ditakdirkan untukku kita pasti akan bertemu
entah kapan? tapi aku yakin suatu saat pertemuan itu akan lebih menyenangkan
Kasih, saat ini kau pun pasti memikirkan diriku
Aku salamkan rinduku pada angin yang akan menghembuskan tubuhnya pada tubuhmu
Kasih, mata dan hati ini telah terbuai pada pertemuan itu
Semoga, kamu juga merasakan hal yang sama denganku
Hingga suatu saat nanti, kita dipertemukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar